Apa ada kafarah atau tebusan karena menyetubuhi wanita saat haidh?
Haram Berhubungan Intim dengan Wanita Haidh
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 21: 624)
Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari (hubungan intim dengan) wanita di waktu haidh.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (HR. Tirmidzi, no. 135; Ibnu Majah, no. 639; Abu Daud, no. 3904. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Adakah Kafarah?
Mengenai kafarah bagi yang menyetubuhi wanita haidh terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama.
Ulama Syafi’iyah menyatakan bahwa menyetubuhi wanita haidh di kemaluan termasuk dosa besar jika dilakukan dengan sengaja, atas pilihan sendiri, dan dalam keadaan punya ilmu akan haramnya. Jika ada yang menganggap halal perbuatan tersebut dihukumi kafir. Sedangkan ulama Hanafiyah menyatakan tidak kafir karena pengharamannya untuk sesuatu yang lain.
Ulama Hanabilah menyatakan bahwa kafarahnya adalah dengan menunaikan setengah dinar emas.
Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa kafarahnya hendaknya dengan bersedekah satu dinar jika jima’ (hubungan intim) dilakukan di awal haidh. Namun jika dilakukan di akhir haidh, kafarahnya adalah setengah dinar.
Sedangkan ulama Malikiyah berpendapat dalam masalah ini tidak ada kafarah. (Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 18: 324-325)
Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim hafizahullah menyatakan bahwa yang tepat tidak ada kafarah. Adapun hadits Ibnu ‘Abbas yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan adanya kafarah bagi yang menyetubuhi istrinya di masa haidh dengan sedekah satu atau separuh dinar, yang tepat haditsnya itu dha’if. Hukum asal untuk harta muslim haram untuk kita ambil. Harta tersebut hanya boleh diambil jika ada dalil. (Shahih Fiqh As-Sunnah, 1: 212)
Kesimpulannya, menyetubuhi wanita saat haidh termasuk dosa besar jika dilakukan dengan sengaja, atas pilihan sendiri dan dalam keadaan punya ilmu akan haramnya. Namun untuk perbuatan ini tidak ada kafarah, yang ada adalah bertaubat dengan taubatan nasuhah (taubat yang tulus) dan tidak mengulanginya lagi.
Moga Allah memberi hidayah.
Referensi:
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Wakaf dan Urusan Islamiyyah Kuwait.
Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, tahun 1432 H. Ahmad bin Taimiyah Al-Harrani. Penerbit Darul Wafa’.
Shahih Fiqh As-Sunnah. Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim. Penerbit Al-Maktabah At-Tawfiqiyyah.
—
Disusun @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 9 Safar 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @RemajaIslam
Biar membuka Rumaysho.Com mudah, downloadlah aplikasi Rumaysho.Com lewat Play Store di sini.